Jumat, 15 Juni 2012

Toleransi Palsu


Bismillah...
Indonesia tidak toleran! Demikian pernyataan Konferensi HAM beberapa waktu lalu. Adanya perda-perda syari’ah, merupakan salah satu instrumennya. Ditambah kasus Gereja Yasmin, penyerangan Ahmadiyah dll. Penindasan terhadap kaum minoritas dianggap sering terjadi di negeri muslim terbesar ini. Benarkah begitu?

Tudingan tersebut dilontarkan oleh Austria, Norwegia, Belanda, Jerman, India dan Italia dalam sidang tinjauan periodic universal II (Universal Periodic Review-UPR) di Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa. Hasil dari konferensi tersebut tidak hanya semata-mata berdasarkan pengamatan dari Komisi HAM PBB, tetapi juga berdasarkan laporan dari kalangan minoritas. Padahal, kasus yang dianggap intoleran tersebut, hanyalah sebagian kecil sekali dari bukti toleransi yang sudah dijalankan di negeri muslim  ini. Belum lagi kalau kita lihat seperti halnya kasus Gereja Yasmin, yang memang kesalahan dari kalangan Kristen sendiri, termasuk melanggar peraturan setempat, eeh diakui sebagai pelanggaran HAM kaum mayoritas.
Sementara di daerah-daerah yang mayoritas Kristen kawan-kawan Muslim mengalami kendala yang sama perihal mendirikan sarana ibadah ini, tapi tidak pernah terangkat media, bahkan laporan ke Komisi HAM segala.
Kaum muslim di negeri yang mengakui 6 agama resmi yang diakui pemerintah, dianggap telah semena-mena. Padahal, sudah sangat banyak toleransi yang diberikan kepada mereka. Dari pembangunan tempat ibadah, menjadi kepala daerah, atau jabatan tertentu, hingga menjadikan hari raya mereka, sebagai hari libur nasional.
Bagaimana di Barat?
Mereka yang begitu menyanjung tinggi HAM, ternyata tidak sesuai dengan prakteknya. Mereka berkoar-koar toleransi kepada muslim di Indonesia, tapi “Katakan ‘Tidak’ pada minoritas muslim di negeri Barat!”
Kasus yang terbaru, ribuan polisi Jerman menggeledah kediaman umat Islam, dengan alasan memburu warga Muslim yang dianggap berencana melakukan perlawanan kepada negara. Ini terjadi saat dini hari Kamis, 14 Juni 2012. Adalagi, Gubernur New Jersey, AS, Chris Christie, mengeluarkan peraturan  bahwa sah hukumnya polisi New York yang memata-matai kegiatan perdagangan, masjid, dan sekolah-sekolah umat Islam di wilayah kekuasaannya. Akibatanya, agen polisi New York dan mata-mata mereka disebarkan di berbagai tempat termasuk di kafe-kafe umat Islam dan tempat kegiatan keagamaan untuk mengontrol aktivitas umat Islam.
Apakah di Amerika Serikat, kaum Muslimin diberikan hak sama, seperti mayoritas Kristen di negeri itu? Tidak ada hari libur nasional bagi warga Muslim, saat mereka akan merayakan hari libur. Tidak ada hari libu saat umat Islam, merayakan Idul Fitri. Muslim di Amerika harus mengambil cuti saat mereka harus libur.
Di Amerika Serikat, yang “menuhankan” kebebasan, tetapi tidak memberikan kebebasan  kepada Muslim. Muslim  di Amerika sebagai  minoritas tetap saja dibatasi hak-hak mereka. Apalagi, sesudah perisitwa  11 September. Kehidupan Muslim di Amerika dibawah pengawasan pemerintah secara ketat. Bahkan, telpon yang mereka gunakan selalu disadap. Masjid-masjid di awasi dengan sangat ketat  aktifitasnya mereka
Di New York, masjid tak akan bisa berdiri tanpa persetujuan dari dewan pengawas gereja. Apakah umat Islam di sana ribut? atau seperti LSM di sini yang cari muka dengan rajin membikin pernyataan bahwa bangsa Indonesia tidak toleran (padahal ujunganya, agar bantuan dana asing lancar dikirim?) 
Partai Nasional Inggris berkamapanye untuk penghentikan pembangunan sebuah masjid di Bletchley Park dengan alasan mencegah kolonisasi Islam berlanjut di Eropa. Tapi tak pernah terdengan umat Islam Inggris teriak-teriak atau sekedar mengadu ke OKI.
Pertanyaannya, dengan contoh tadi, apakah pantas Barat mengajari kita tentang toleransi?
Di Perancis negeri yang jumlah Muslimnya hampir mencapai 10% dari jumlah penduduknya yang berjumlah 80 juta jiwa. Apakah ada hari libur nasionaldi Perancis saat Idul Fitri? 
Di Perancis rasialisme dan diskriminasi, berlangsung sangat keras. Perempuan tidak boleh menggunakan jilbab dan niqab (cadar). Muslim di Perancis tidak boleh membangun menara masjid. Aktifitas mereka dibatasi dengan sangat ketat. Pendidikan,ekonomi,sosial, dankebudayaan. Masyarakat Muslim dipandang sebagai ancaman, dan mereka terus mendapatkan diskriminasi.
Di Belanda, Muslim dikeja-kejar oleh Geerd Wilders seperti binatang, dan menyerukan pengusiran bagi warga Muslim, yang ada di negeri itu. Partai  Kebebasan yang merupakan sayap kanan, dipimpin Geerds Wilder, menyerukan pengusiran Muslim dari daratan Eropa, tanpa henti. Sehingga, sekarang agenda anti imigran, dan anti Muslim, menjadi agenda utama sayap kanan di Eropa.
Bayangkan Breivik, yang melakukan pembantaian massal di Swedia, dan sebagian yang menjadi korban pemuda-pemuda Muslim, yang ikut  berkemah bersama dengan pemuda-pemuda lainnya. Breivik yang sangat ultra nasional, memandang imigran dan Muslim menjadi ancaman.
Bandingkan dengan Barat dan Eropa yang sudah menjajah ratusan tahun dunia Islam, dan merampok kekayaan negeri-negeri Muslim, dan terus membunuhi penduduk Muslim, sampai hari  ini tidak ada yang menuduh mereka sebagai tidak toleran.
Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun, membunuhi rakyatnya, merampok kekayaan alamnya, menanamkan kekafiran, dan berlangsung sampai sekarang. Tetapi, adakah yang mengatakan Belanda tidak toleran.
Perancis dan Itali menjajah negara-negara Afrika Utara, betapa dengan sangat biadabnya, membunuhi rakyat dikawasan itu, merampas kekayaan alamnya sampai hari ini. Mereka  bukan hanya memperbudak penduduk, merampas kekayaan alam, tetapi memaksa penduduknya  menerima kekafiran  dan kemusyrikan. Rakyat dipaksa memeluk agama Katolik.  Di mana toleransi mereka itu?
Bagaimana pemimpin agama Katolik dahulu di benua Eropa, membersihkan umat Islam dari daratan Eropa? Umat Islam ditangkap hidup-hidup oleh para penguasa Katolik dan Kristen, kemudian mereka dihukum mati, dibakar,  dan dipotong dengan golloutine, yang sangat menyeramkan. Masjid-masjid dihancurkan. Sebagian djadikan gereja dan tempat maksiat.
Kisah yang  paling menyeramkan, bagaimana ketika Romawi, berhasil menguasai Yerusalem, di mana berlangsung pembantaian besar-besaran terhadap penduduknya. Sampai digambarkan darah menggenang diatas matakaki. Karena begitu banyak  pembantaian yang dilakukan oleh pasukan Romawi. Sangat berbeda dengan Umar bin Khattab, ketika  memasuki Yeruselam, berlangsung dengan damai, tidak ada kekejaman di kota itu.
Di Bali, saat golongan  Hindu, merayakan hari raya Nyepi, tanpa kecuali, umat Islam, dilarang melakukan aktifitas apapun, dan melarang rumah-rumah Muslim,menyalakan lampu, dan melakukan aktifitas apapun. Muslim juga tidak boleh menggunakan pengeras suara, sebagai panggilan shalat. Begitulah golongan Hindu Bali, membatasi umat Islam  di Bali. Adakah yang mengatakan golongan Hindu tidak toleran?
Adakah golongan Hindu di pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, yang harus dipaksa mengikuti upacara hari-hari besar Muslim? Mereka bebas sebebasnya melakukan apa saja yang mereka ingin.Tidak ada yang dibatasi dan dipaksa!
Di Cina Muslim Uighur, ditembaki saat mereka melangsungkan shalat,  dan sekolah al-Qur’an dihancurkan oleh pasukan pemerintah. Mereka melarang aktitifitas warga Muslim, yang melaksakanan  perintah agamanya.
Di Indonesia, orang-orang China bebas-sebebasnya melakukan kegiatan apa saja. Mereka menguasai seluruh sektor ekonomi,tidak  ada yang mempersoalkannya. Hari raya Konghucu, mereka menyelenggarakan upara keagamaan dengan Barongsai. Tak ada yang melarang. Apakah masih kurang toleran Muslim di Indonesia?
Dahulu, ada juga peristiwa yang cukup dramatis ketika di awal kemerdekaan, saat menyusun UUD (undang-undang dasar), sebagai konstitusi, golongan Islam ingin memasukkan “tujuh kata” (kewajiban  menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya), tetapi kata-kata itu ditolak oleh golongan  Kristen, yang diwakili AA.Maramis, dan bahkan mengancam akan memisahkan diri dari Republik.  Dan kaum muslim pun mengalah, padahal atas permintaan hanya sedikit (banget) orang saja, malah kemungkinan besar hanya seorang Maramis saja yang meminta, tapi dengan mengaku sebagai perwakilan Indonesia Timur. Lagian, kewajiban menjalankan syariah Islam itu, tidak diperuntukkan bagi mereka.
Nah, lantas siapa sih yang tidak toleran?
Berawal dari  Menteri Agama Mukthi Ali,  sejumlah dosen IAIN, dikirim ke Barat : ke Chicago, Canada, Australia, Inggris, serta Belanda, dan kini mereka menjadi agen kaum kafir dan musyrik, dan melakukan tuduhan terhadap Muslim sebagai golongan yang tidak toleran dan ekslusif. Mereka inilah yang getol bersama dengan kafir-musyrik, mengkampanyekan Muslim itu, sebagai tidak toleran.
Maka, tak heran sesudah puluhan tahun, usaha-usaha melumpuhkan aqidah dan keyakinan Muslim, sekarang muncul generasi, yang hanya menjadi pengikut, dan tidak berani lagi menegakkan Islam, sebagai sistem kehidupan. Ayo, muslim tidak usah takut dikatakan tidak toleran, kecuali Anda adalah muslim yang pemalu dan menerima pernyataan HAM PBB tersebut. Katakan saja kebenaran, meski nyakitin.
Mengapa Muslim takut dengan tuduhan tidak toleran oleh kafir-musyrik, dan tidak berani  menegakkan agama Allah, yang merupakan satu-satunya kebenaran yang mulia? Wallahu’alam.

Sumber : voa-islam & hidyatullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar